Diposkan pada lita lite

Beep [Bagian 2]

“Siapa?” Suaranya memecah hening lamunanku. Ia telah berdiri di sampingku. Demi menatap wajahnya yang diliputi kecemasan, aku hanya bisa menggeleng. Berkata lemah dalam hati, aku akan memberitahumu nanti, kumohon tetaplah di sampingku.

Seakan mengerti bahasa mataku, ia hanya memberiku senyum, menepuk bahu sambil berkata, semua akan baik-baik saja. Terimakasih, aku sungguh berterimakasih atas dirinya..

oOo

“Halo.. Kakak! Kakak dimana? Halo.. Siapapun dalam sambungan ini, bisakah kamu mendengar suaraku? Halo.. Kak? Kumohon katakan sesuatu!” Enam bulan aku mencarinya, dan itu adalah sambungan telepon terakhir yang tersambung dengan ponselnya.
Linglung harus mencari kemana lagi. Berderet pertanyaan memenuhi ilusi, mungkinkah ingatannya kembali? Mungkinkah ia kembali ke kehidupannya semula? Kakak..

Satu denting air mata mengalir lagi untuknya. Kakak yang selama ini menemani hari-hariku, pergi tanpa meninggalkan sebuah penjelasan. Kakak, ia lebih dari sekedar kakak bagiku. Semenjak aku mulai menyukainya. Bergeming ketika hatiku tiba-tiba menyukainya. Rasa aman ketika bersamanya, rasa aman bersama hati itu..

Hati yang benar-benar teduh itu kutemukan lima tahun silam. Bersama tubuh yang terkulai penuh luka di pelataran panti. Dalam keadaan tidak sadarkan diri, tidak beridentitas, dan celakanya, tidak dengan ingatan masa lalunya. Kata dokter di puskesmas, ingatannya hilang karena kejadian yang terlampau menyakitkan. Apakah ia akan mengingat semuanya kembali? Satu pertanyaan tentangnya yang sampai sekarang aku tidak pernah tau jawabnya.

oOo

Aku anak panti. Hidup di bawah kolong langit semenjak aku bisa mengingat tentang diriku. Sebelumnya, aku adalah anak yang beruntung, kata para penjaga panti. Keluarga pemulung itu telah merawatku sebulan lamanya hingga mereka memutuskan untuk menyerahkan ke tempatku bernaung kini. Bilang kalau anak ini adalah anak yang beruntung yang tidak akan pantas ikut pergi menyeberang laut, ikut mengadu nasib ke hutan sawit pulau di sebelah utara sana.

Anak yang beruntung itu pun tetap hidup di panti asuhan anak-anak yatim piatu. Usianya kini sudah terlampau banyak untuk disebut anak yatim piatu, karena kini aku sudah dua puluh tahun bertahan hidup dari tanggal diserahkannya aku ke panti ini. Mungkin dua puluh dua tahun usiaku yang sebenarnya, kata ketua penjaga panti. Mungkin..

Aku tidak pernah tau sepotong kehidupanku di dua tahun pertamaku hidup. Apa yang terjadi dengan keluargaku saat itu, hingga aku dirawat oleh pemulung. Ah.. seandainya aku berkesempatan bertemu keluarga pemulung itu, aku akan tahu mengapa orang-orang bilang aku anak yang beruntung. Adakah sepotong kehidupan yang membuatku merasa lebih beruntung daripada bersama kakakku kini? Seandainya takdirku memutuskan aku berhak tahu tentang dua tahun keberuntunganku, aku pasti akan tahu, suatu hari nanti..

oOo

Kenyataan pahit kehilangan sepotong kehidupan di masa lalu, membuat aku dan kakak benar-benar seperti saudara. Saudara senasib. Satu kenyataan menyenangkan dari alasan syukur menerima semua takdir ini. Aku mungkin kehilangan segalanya di dua tahun yang hilang itu. Tapi atas aku dipertemukan dengan kakakku, aku percaya aku telah diberikan nikmat lebih.

Lebih, karena kakakku telah datang membawa kesejukan seperti hujan yang dirindukan bertahun-tahun di musim kemarau hidupku. Kakakku telah datang seperti embun pagi menetes di relung hati yang gompal akan mimpi-mimpi, harapan-harapan. Kakakku datang membawa kebahagian bagiku, beserta embun yang nyatanya menyertakan rasa suka, sayang, dan cinta terbit kepadanya. Aku adalah anak yang beruntung, bagaimanapun pedihnya, aku hanya harus selalu merasa beruntung bisa melalui semua ini dengan baik..

oOo

Mereka bilang dulu aku anak yang beruntung. Mengapa? Hanya karena ditemukan oleh keluarga pemulung dengan liontin batu bulan di leher, lengkap dengan baju dan sepatu anak-anak ala tuan putri di dongeng-dongeng itu, alasannya. Benda-benda yang kini tersimpan di persembunyian harta karun milikku. Aku anak yang beruntung, satu kisah pelipur hati yang sepi mengingat siapa sebenarnya diriku, satu kisah yang tersisa dari masa lalu yang hilang. Kisah tentang anak yang beruntung

Terimakasih telah menyebutku anak yang beruntung. Terimakasih kepada siapa saja. Julukan itu seperti do’a bagiku. Nyatanya aku tumbuh tidak dalam keberuntungan itu lagi, tapi aku selalu mendapati diriku beruntung di saat-saat genting. Saat aku membutuhkan keberuntungan, langit memberikan keberuntungan itu. Lagi dan lagi. Anak itu masihlah anak yang beruntung. Satu hal yang selalu kuyakini..

oOo

Akhirnya, kakak telah kembali. Terbujur lemah di hadapanku, lagi. Mengapa seperti ini, lagi. Aku seperti mengingat saat aku menemukannya malam itu. Malam saat aku benar-benar takut menjadi saksi kepergian orang yang kutemukan di pelataran panti. Kini aku benar-benar takut kehilangannya, lagi. Mendesah, bagaimana jika aku akan kehilangannya, selamanya..

Kak, apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa kamu terluka lagi? Siapa yang melakukannya? Apakah orang-orang dari masa lalumu? Apakah kamu telah mendapatkan ingatanmu kembali? Kumohon sadarlah, kak..

(Bersambung)…

Penulis:

Nunnalita, nama penaku. Tidak ada yang istimewa mengenaiku, tiada jua aku berharap akan dikenal karena tulisanku, aku hanya suka menulis. Terimakasih sudah berkunjung ke rumah tulisanku ini. Kesan dan pesan kurindukan. Salam senang menulis :)

8 tanggapan untuk “Beep [Bagian 2]

Tinggalkan Balasan ke Firsty Chrysant Batalkan balasan